Webinar#2 - Model & Metode Homeschooling

Hari Kamis, 10 Oktober 2013 kemarin merupakan webinar kedua dari rangkaian program webinar yang diselenggarakan rumahinspirasi.com.
Hasil rangkuman webinar pertama tentang pengantar homeschooling bisa dilihat disini.
Kali ini, topik yang diangkat adalah "Model dan Metode Homeschooling".

Ternyata banyak sekali model dan metode homeschooling [selanjutnya aku sebut HS] yang "beredar" di kalangan masyarakat. Lebih "ramai" sih di mancanegara ketimbang di Indonesia.
Horee.. aku bertambah pengetahuan lagi. Jempol deh mba Lala dan pak Aar.

Kembali pada pengertian awal, bahwa HS adalah pendidikan berbasis keluarga. Yang disebut HS itu ya keluarga itu sendiri. Jadi ingat obrolanku dengan tetangga ketika belanja ke tukang sayur di perumahan
T: "Abi belum sekolah ya, kok gak pernah keliatan pergi ke sekolah gitu, bukannya dulu sekolah?". A: "Iya, uda gak sekolah formal lagi. Sekarang sekolah di rumah sama aku hehehe..."
T: "Oh itu ya homeschooling .. emang bisa gitu ya homeschooling sendiri.. sama siapa gurunya?"
A: "Ya sama aku aja main-main gitu..."

Dan dilanjutkan dengan berbagai respon para ibu yang sedang belanja disitu, seperti:
"Ah kamu gak sayang n kasian sama anaknya? Kok gak disekolahin"
"Sini aja, aku ajarin, aku bisa lah jadi guru TK gitu.. gampang.."
Aku hanya tersenyum.. Dan makin sumringah ketika Abi nyeletuk,
"aku belajar sama mama papa aja tante..."

Ilustrasi di atas hanya ingin menggambarkan bahwa memang lebih banyak yang belum mengetahui definisi tepat tentang HS, lebih-lebih model dan metodenya yang sangat bervariasi.
Saat ini, aku sudah mulai bisa memahami, bahwa dalam proses pendidikan aspek terpenting adalah cinta, perhatian, dan dukungan kita dalam menemani perkembangan anak. Apalagi ketika usia anak masih di bawah 6 tahun. Kemudian, ketika sudah memutuskan HS, PR BESAR kita sebagai orang tua (kepala sekolah) adalah untuk merumuskan apa yang penting dan model yang terbaik untuk anak.

Setelah mengikuti webinar kedua ini, aku baru "ngeh" .. (ini sepenangakapan aku ya.. hehe..)
bahwa kami menerapkan Unschooling ke Abi, tapi tetap dengan arahan sih...
Di samping usia Abi yang masih 4tahun 8bulan, dimana menurut kami belum saatnya untuk belajar dengan jadwal ketat, kami memang mempunyai tujuan untuk mengamati kemana arah minat/kesukaan Abi.

Model UNSCHOOLING ini adalah model HS yang sangat tidak terstruktur.
Menurutku, model ini cocok untuk anak di bawah 7 tahun.
Dalam hal ini, anak diperlakukan sebagai individu dan dibiarkan mempelajari sesuatu secara natural.
Dengan rasa ingin tahu yang tinggi dan ketika bisa bereksplor bebas, pasti anak akan belajar banyak hal. Baik itu melalui kegiatan sederhana sehari-hari, maupun ketika ada kegiatan/acara lain di tempat lain bersama orang lain.
Nah, hebatnya.. kita harus bisa mendukung anak dengan memberikan stimulus yang sangat kaya.
Kita harus lebih terbuka untuk segala informasi/pengetahuan baru yang kemudian bisa memancing atau mengeluarkan pertanyaan anak untuk proses pembelajaran yang disukainya.
Kami sendiri masih harus lebih kreatif, harus belajar lagi untuk memperkaya ide stimulus :D
Selain itu memang modal yang penting adalah kesabaran.
Dari sisi penilaian sudut pandang, kami mengacu pada apa yang pernah dikatakan Bu Ellen Kristi pada saat kuliah umum bulan lalu (bisa dilihat disini). Bahwa semakin banyak bidang yang diminati anak dan dia mencintai bidang itu tanpa paksaan, maka berhasillah kita sebagai orangtua.

http://davezak.com/lip/2011/09/15/unschooling-and-informal-learning-models/
Aku sangat tercerahkan dengan Tips Unschooling yang tertulis dalam www.sandradodd.com ini.
1. Let Go and Trust, memberikan keleluasaan kepada anak namun penuh tanggungjawab.
2. Joy and Connection, menciptakan suasana hangat dalam keluarga dan hubungan terjalin erat.
3. Being a Better Person, menjelaskan tentang norma baik (suba sita dan tepa slira) dan hukum alam.
4. Tools for Daily Life, mendukung perkembangan diri, tingkat PD, minat/bakat untuk masa depan.

Keempat hal ini kurasa telah "dilupakan" banyak orangtua.
Terkadang begitu banyak keharusan yang harus dilakukan anak demi kepentingan orangtuanya.
"Jangan ini.. Jangan itu.. Harus begitu.. Harus begini.."
Padahal justru hal ini merupakan proses perkembangan diri anak menjadi lebih dewasa.

Selain model Unschooling, ada model School-at-Home.
SCHOOL-AT-HOME (selanjutnya aku sebut SAH) ini bisa dikatakan "lawan" dari Unschooling.
Model SAH ini terstruktur. Seolah-olah memindahkan proses kegiatan di sekolah ke rumah.
Dibandingkan dengan Unschooling, model ini memang lebih familiar. Bisa dikatakan lebih mudah, karena ada kurikulum, ada tingkatan, ada materi, sehingga bisa diukur nilai keberhasilannya.
Selebihnya kita bisa memodifikasi untuk lebih membuat anak bersemangat untuk belajar.
  • Kurikulum yang digunakan bisa mengacu pada kurikulum nasional, dengan mengikuti ujian paket yang diselenggarakan oleh PKBM di kota terdekat, atau bisa juga mengikuti kurikulum mancanegara seperti Cambridge, LessonPathways, Time4Learning, Ambleside Online, ACE.
  • Materi berbasis mata pelajaran dengan tingkatan yang pasti dari K1-K12, yang kemudian akan dievaluasi secara periodik. 
  • Tools untuk materi bisa menggunakan buku, video, internet, main game, tebakan, magang, dll.
  • Pendukung luar bisa dengan internet, tutor, bimbel, dll.
Peran orangtua di SAH ini adalah harus rajin menyusun agenda harian yang lengkap dan mencakup seluruh materi yang harus dipelajari oleh anak. Termasuk dalam membuat kesepakatan, pemilahan jadwal, berkomunikasi dengan baik, dan bersikap fleksibel dalam segala situasi.
Orangtua harus punya dasar kuat bahwa tujuan belajar disini adalah bagaimana hal-hal yang dipelajari bisa digunakan untuk keseharian, bukan hanya nilai bagus.
Memang, SAH ini lebih dekat dengan pemerintah dan sarana pendukung lebih lengkap.
Sebagai support yang lebih menguatkan, orang tua pun sebaiknya berjejaring luas untuk membukakan pintu anak dalam proses mengenal dunia nyata.

Masih ada model Classical, model Charlotte Mason (CM), model Montessori, dan Model Ecletic.

Model CLASSICAL ini banyak diterapkan di Amerika. Di Indonesia sendiri tidak banyak.
Hampir seperti model jaman peradaban Yunani/Romawi: intelektual, terstruktur, logika, retorika.
Biasanya dipakai untuk anak dengan usia 7 tahun ke atas, mulai K1.
Diawali dengan proses mengenal dan mempelajari grammar, kemudian tingkatan dimana anak boleh menanyakan segala sesuatu dari yang dipelajarinya, dan berakhir pada belajar membangun argumen.

Model CM, seperti yang dijelaskan di kuliah umum Bu Ellen Kristi, bahwa yang terpenting adalah ide dan gagasan anak karena ide/gagasan ini adalah virus, apabila terkena bisa langsung menancap dan kemudian berlipat ganda. Sehingga sangat diutamakan adalah memancing ide besar, imajinasi besar, gagasan besar, inspirasi besar.
Proses pembelajaran model CM ini melalui buku, yang disebut Living Book.
Living Book adalah buku yang dinilai dapat membangun imajinasi besar pun menyelami hal besar.
Kemudian anak akan dilatih untuk bernarasi, menceritakan kembali isi dalam buku tersebut sebagai proses pembelejarana konsetrasi.
Selain itu, CM juga fokus pada habit training, yaitu penanaman kebiasaan baik sebagai proses pembentukan karakter anak.

Sedangkan Model MONTESSOURI, sangat berbeda dengan CM.
Montessouri sangat mengutamakan apa yang ditangkapa oleh indera manusia. Bukan ide/gagasan.
Juga lebih fokus kepada anak, sehingga orangtua hanyalan menyediakan lingkungan proses pembelajaran saja. Materi belajar didesain sesuai kebutuhan anak dengan dilengkapi banyak miniatur.
Aku lihat di beberapa sekolah banyak yang mencanangkan model Montessouri ini di spanduk. Entah dengan pelaksanaannya.

Lalu .. ada juga Model ECLETIC.
Hmmm.. sepertinya kami akan mengacu kesini nantinya xixi..
Model ini adalah Mix and Match dari semua model yang ada.
Seru kayaknya! :p

Pastinya, amati kebutuhan anak, uji coba model HS, praktekkan dengan konsisten, dan lihat hasilnya.
Apabila belum cocok, kita harus kreatif mencari ide, pemikiran yang kritis dan masuk akal, kembali kepada visi-misi dan nilai dalam keluarga, dan mengamati apa yang membuat anak bersemangat juga keluarga bertumbuh.
  
Indikator penting ketika anak kita bersemangat adalah.. MATA BERBINAR..
Hal ini tak dapat tergantikan oleh apapun. Semangat, gairah, dan minat juga ketekunan akan bergabung didalamnya untuk mempelajari sesuatu lebih mendalam dan menjadikannya Expert.

Begitu sekilas pemahamanku tentang webinar kedua kemarin.
Semoga bisa cukup "mencerahkan" bagi yang masih meraba-raba hehehe...
Untuk lebih detil lagi bisa mengunjungi http://rumahinspirasi.com/webinar-homeschooling-ii-2013/



-Tuhan Memberkati-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BOOK: Day by Day with My Son

Motivasi Berserah Diri

Dua Guru Kecilku